Ketika berkesempatan melakukan sholat jamak qasar dhuhur – asyar baru-baru ini disebuah Mesjid Jamik – Sultan Johor di wilayah District Telok Blangah Singapura, saya terkesan dengan nama distrik Telok Blangah itu. Mesjid Jamik – Sultan Johor itu adalah bekas balairung Temanggung Maharaja Abu Bakar, yang menjadi Temenggong Telok Belangah hingga 1868.
Selama ini saya mengenal sebutan “ taluak balango “ sebagai nama pakaian resmi pria minang dalam perhelatan. Dalam suasana kebathinan ketika melaksanakan sholat di Mesjid Jamik – Sultan Johor itu, sebagai rang minang saya ingin mencari tahu migrasi busana ini ke Minangkabau dan menjadikan pakaian “Taluak balango” – sebagai pakaian resmi pria Minang seperti yang kita kenal sekarang ini.
Apa itu Telok Blangah?. Jika diartikan dalam bahasa melayu adalah ia adalah “panci masak teluk”. Cocok juga disebut demikian karena Telok Blangah terletak diseputar Keppel Harbour – Singapore itu menyerupai belanga. Belanga adalah panci masak yang terbuat dari tanah liat yang umumnya digunakan oleh kalangan Melayu zaman dahulu. Belanga ini berasal dari peralatan masak yang ada di selatan India.
Sedikit mengupas busana “ Taluak Balango – tentu kita harus mengenai sejarah negeri Telok Blangah lebih dahulu.
Telok ini terletak di belakang Keppel Harbour. Lokasinya di selatan-barat dari Central Business District Singapura. Distrik Teluk Blanga yang berasal dari nama panci masak itu – terletak antara Pasir Panjang dan Tanjong Pagar Singapore. Wilayah Telok Blangah ini pada mulanya dihuni oleh kaum Hokkian, karena Telok Blangah dahulu merupakan pintu gerbang ”pulau Singapura” .
John Turnbull Thomson – perantau Inggris membuat sebuah lukisan pada tahun 1849 berjudul “Telloh Blangah”, Ia menggambarkan suasana teluk pada masa itu. Kemudian dalam pengaruh Inggris Raya – Telok Belangah ini diubah menjadi Mount Faber. Telok Blangah Hill berubah nama menjadi Mount Faber pada tahun 1845. Secara historis, daerah ini sama tua nya dengan kota Temasek diabad tiga belas. Inilah riwayat masa lalu distrik ‘ Telok Blangah itu.
Dikisahkan pula dalam legenda Melayu, Pangeran Palembang, yang bernama Sri Tri Buana – menaiki perahu dan berlayar ke Singapura. Perahunya itu dihamtam badai dan dia melempar segala sesuatu ke laut, termasuk mahkotanya sebelum mendarat di lepas pantai Telok Blangah.
Kemudian daerah ini menjadi terkenal pula pada masa Inggris Raya, ketika kepada Sir Stamford Raffles pada tahun 1823 diserahkan 200 hektar (0,81 km2) lahan untuk tempat tinggal mereka dan tempat pemakaman.
Setelah kepergian Inggris – wilayah ini sesaat kemudian berada di bawah kuasa “Temenggong Daeng Abdul Rahman “ karena mempunyai hak monopoli atas perdagangan gutta percha.
Ketika Maharaja Abu Bakar (yang menjadi Temenggong hingga 1868) menjadi Sultan Johor, pada tahun 1885, Ia memindahkan istananya ke Johor Bahru. Kemudian Bekas dari balairung Maharaja itu menjadi Masjid Jamek seperti yang dikenal sekarang ini. Di lokasi itu dimakamkan pula “Ungku Modh. Khalif (atau Khalid), adik dari Maharaja Abu Bakar yang telah berpindah ke Johor itu tahun 1900.
Kedudukan Temanggung ini sama dengan kedudukan Lord di Inggris Raya. Punya wilayah dan kekuasaan/pengaruh untuk berhadapan dengan wakil Inggris Raya kala itu.
Temanggong selalu tampil dalam pakaian kebesaran yang terdiri baju gunting China dan menggunakan kain samping dipinggangnya.
Baju Telok Blangah sebagai baju yang – fashionable – pertama kali diperkenalkan oleh tukang jahit kepada Temanggung Daeng Abdul Rahman pada masa ia menguasai wilayah Telok Blangah di “awal pada abad ke-18 itu. Baju itu pada bagian lehernya agak ditinggikan. Persis sama dengan model baju kaum hokkian pada umumnya.
Pada lehernya cuma dijahit “tulang belut”. Baju dan celana dipadani dengan menggunakan kain sarung yang disimpulkan pada pinggangnya. Sarung ini dikenal dengan kain samping. Penggunaan sarung pada pinggang pria – untuk menunjukkan citra busana Islami. Baju inilah selanjutnya disebut baju Telok Blangah. Padanan celana dan kain samping ini, tidak lain ke khas an seorang Melayu yang dikenal dengan sarungnya,
Busana ini menjadi trend pakaian resmi pria melayu , kemudian menyebar ke semenanjung Malaya hingga pulau Sumatera, dari Aceh hingga Lampung dan termasuk Betawi dalam berbagai modifikasi.
Di Minangkabau – khususnya Kota Padang, pakaian Telok Blengah ini dikenal dengan baju “ Taluak Balango” . Kemudian mengalami modifikasi, yang dikenal dengan “ baju guntiang chino dan celana batik. Pakaian Taluak balango ini kemudian menjadi pakaian resmi pada pertemuan resmi dan acara perhelatan.
Sumber :
Reviewer: Unknown
Description: Baju Telok Blangah – Minangness “ Taluak Balango “
ItemReviewed: Baju Telok Blangah – Minangness “ Taluak Balango “
Get this widget
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !